Oleh: Kelik N Widiyanto
Bayangkeun sadayana jalmi hirup tengtrem.
Bayangkan semua orang mejalani hidup dengan aman.
Bayangke kabeh wong urip tentrem.
Bayangkan semua orang hidup dengan damai.
Bahasa Indonesia, Jawa, Melayu dan Sunda mendadak viral di seantero dunia. Mendiang John Lennon menabur benih perdamaian melalui Bahasa. Imagine all the people living life in peace diterjemahkan ke 100 bahasa sedunia. Empat Bahasa Nusantara mewakilinya. Bahasa Indonesia sebagai Bahasa resmi yang dipergunakan oleh seperempat milyar penduduk Indonesia. Bahasa Melayu dipergunakan penduduk rumpun melayu di Indonesia, Singapura, Malaysia, Brunei, dan Thailand Selatan. Bahasa Jawa dipergunakan penutur yang berasal dari Indonesia. Bahasa Jawa tersebar di beberapa negara seiring migrasi orang jawa ke berbagai penjuru dunia. Mayoritas mereka bermigrasi di era kolonialisasi Belanda seiring kebutuhan tenaga kerja di berbagai koloni Belanda. Penduduk Jawa yang disebar tersebut tetap menggunakan Bahasa Jawa hingga turun temurun hingga kini. Mulai dari Malaysia, Singapura, Brunei, Thailand, Keledonia, hingga Suriname. Sama seperti Bahasa Jawa, Bahasa Sunda dipergunakan di berbagai negara karena penuturnya telah mendunia.
Lennon, dalam akun instagramnya, mempersilahkan seluruh penduduk dunia untuk menggunakan terjemahan lagunya untuk dikemas dalam bentuk yang menarik sebagai kampanye perdamaian. Hastag #imagine50 penanda usia lagu itu. Artinya, telah 50 tahun Lennon menyuarakan perdamaian dan kesetaraan manusia di dunia. Di penghujung usianya memang Lennon kerap turut dalam aksi menentang peperangan. Itu pula yang menyebabkan ia tewas dibunuh.
Lennon bisa saja telah tiada, tetapi semangatnya tetap membara. Seruan hidup bersama dalam indahnya harmoni tetap bergaung dari generasi ke generasi. Sebab, walau hanya bayangan kalau tidak disebut utopi, perdamaian merupakan sebuah cita-cita besar seluruh umat manusia. Tiada lagi pertumpahan darah. Tiada lagi hasrat menguasai manusia lainnya. Tiada lagi ungkapan the others (yang lain). Semuanya satu dalam keragaman.
Penerjemahan lirik lagu imagine dalam 100 bahasa mencoba mendekatkan para penutur selain Bahasa Inggris untuk menyampaikan pesan damai dalam Bahasa mereka. Kedekatan antara Bahasa dan pesan ini menandakan Bahasa adalah alat perjuangan. Bila Subcomandante Marcos mengatakan “Kata adalah Senjata”, maka Lennon meredamnya dengan Bahasa.
Ironinya, setiap tahun ada saja Bahasa di dunia yang punah. Kompas memberitakan, sejak 2011-2019 badan Bahasa Kemendikbud mencatat 11 bahasa daerah di Indonesia kehilangan penuturnya. Tak ada lagi penutur Bahasa-bahasa ibu itu. Padahal Bahasa adalah identitas suatu bangsa. Produk kebudayaan suatu masyarakat. Dari Bahasa kita bisa mengetahui tatanan sosial, pola dan cara berpikir suatu bangsa. Dalam punahnya Bahasa ibu ini pula kita menyadari ada politik Bahasa dalam sistem pendidikan.
Pendidikan seharusnya menjadi alat pelanggengan budaya, kebudayaan dan peradaban telah gagal melakukan misinya. Pendidikan lebih berorientasi mekanik-pragmatis. Memenuhi kebutuhan dan kepentingan kapitalis melanggengkan kerakusannya. Pendidikan yang seharusnya memerdekakan manusia malah menuntun manusia dalam perbudakan modern. Manusia tidak tahu jati dirinya, dan dipaksa masuk dalam jatidiri orang lain yang lebih kuat. Sebagai bukti, Bahasa ibu tidak menjadi pelajaran wajib di sekolah. Kurikulum mengdepankan pendidikan Bahasa asing sebagai Bahasa pergaulan internasional. Bahasa asing lebih tepatnya digunakan untuk kepentingan dagang. Sementara Bahasa ibu dianggap tidak komersil, ilmiah dan ketinggalan zaman. Tidak sedikit orangtua pula yang enggan menuturkan Bahasa ibu di rumah. Karena dianggap tidak modern.
Tulisan ini bukan menafikan Bahasa lain. Sebagai manusia, semua Bahasa itu perlu. Bahasa pergaulan internasional diperlukan, tetapi Bahasa ibu jangan dilupakan. Google translate malah mengapresiasi Bahasa ibu. Ini sebagai bentuk pengakuan akan Bahasa ibu. Mungkin di beberapa tahun ke depan, ada satu alat yang bisa menerjemahkan dua orang yang berbicara dengan Bahasa ibunya masing-masing, tanpa mesti menggunakan penerjemah. Satu orang berbicara dengan Bahasa Jawa, lawan bicaranya memakai Bahasa Korea. Disatukan dengan Bahasa qalbu, Bahasa perdamaian.