My mother cleaned the houses and my father was a street vendor. We come from amodest family that struggled to earn a living. Today I fight every day for them. They sacrificed themselves for me
— Achraf Hakimi —
Sementara teman-temannya merayakan kemenangan atas Spanyol, pemain belakang Maroko Achraf Hakimi menghampiri ibunya di tribun. Ia memberikan pelukan kebahagian dan dibalas kecupan sayang dari sang ibu. Bukan kali ini saja, Hakimi di pertandingan sebelumnya pun melakukan yang sama.
Bukan hanya Hakimi, Sofiane Boufal, Hakim Ziyech, hingga pelatih Regragui senantiasa menemui ibu-ibu mereka di akhir pertandingan. Bagi Regragui, Kesuksesan kami tak mungkin tanpa kebahagiaan orang tua kami.
PSSI nya Maroko dan pemerintah Maroko membawa keluarga dari pemain, pelatih dan staf tim ke Qatar. Perjalanan hingga mencapai 8 besar sebuah prestasi membanggakan bagi Maroko. Perjuangan para pemain tidak lepas dari perjuangan para orangtuanya. Seperti Hakimi ucapkan, “sekarang saatnya saya berjuang setiap hari untuk mereka (ayah dan ibunya). Mereka telah mengorbankan diri mereka untuk saya.”
Membawa keluarga pemain, terutama orangtua ke stadion saat bertanding, dilakukan pula oleh pelatih timnas Indonesia U16, Bima Sakti. Ia mengundang orangtua pemain-pemainnya menyaksikan bagaimana anak-anaknya bermain dengan garuda di dada. Perjuangan orangtua agar anak-anaknya bisa belajar sepakbola di SSB terbayarkan dengan permainan anak-anaknya membela merah putih. Tidak ada kebanggaan lain bagi pemain melihat senyum kebahagian ibu, saat ia berlaga.
Kedekatan pemain sepakbola dengan ibu mereka terlihat ironi. Di satu sisi pemain sepakbola yang terkenal garang, ternyata menyimpan sisi manja pada seorang ibu. Pepe, pemain belakang Portugal hingga usia 17 masih tidur dengan ibunya. Padahal Pepe terkenal sangat garang di lapangan.
Maka tidak salah bila Diego Michiela, pemain Arema, memukul Michael Krmencik, pemain Persija karena berulang mengata-ngatai ibunya. Diego sudah minta Krmencik untuk menghentikan hinaanya, malah semakin brutal dengan meludahi Diego. Akhirnya bogem telak Diego mendarat di kepala Krmencik hingga membuatnya terjatuh.
Pemain sekaliber Zinadine Zidane pun tak rela bila ibu dan saudara perempuannya dihina pemain lawan. Entah itu dengan alasan provokasi untuk menghilangkan konsentrasi atau memang untuk menghina. Perbuatan itu sungguh menginakan dirinya sendiri. Tidak ada anak yang rela bila ibunya dihina. Mesti ia akan membalasnya. Segarang-garangnya olahragawan pasti akan luluh di depan ibunya. Maka, mereka tak rela bila ibu mereka dihina.
Rasulullah Saw melarang umatnya untuk menghina orangtua temannya. Sebab, sejatinya ketika menghina orangtua orang lain, ia telah menghina orangtuanya sendiri. “Termasuk dosa besar, (yaitu) seseorang mencela dua orang tuanya.” Mereka bertanya, “Wahai Rasulullah, adakah orang yang mencela dua orang tuanya?” Beliau SAW menjawab, “Ya, seseorang mencela bapak orang lain, lalu orang lain itu mencela bapaknya. Seseorang mencela ibu orang lain, lalu orang lain itu mencela ibunya.” (HR Bukhari dan Muslim).
Suatu pagi seorang ayah mengajak anaknya berlatih di stadion Siliwangi. Sekedar meregangkan urat-urat yang tegang. Tak nyana, hari itu Siliwangi dipakai latihan Persib Bandung. Berdatanganlah pemain Persib satu persatu. Sebagai bobotoh sang ayah so excited. Sang ayah berfoto-foto dengan pemain Persib. Saat sang ayah bertanya pada anaknya,
“Nak, mau foto dengan pemain Persib Nggak?”
“Untuk apa?” jawabnya,
“Ya untuk motivasi agar kelak bisa seperti mereka,” jawab sang ayah,
“Nggak,” jawab anak lagi,
Sang Ayah terheran.
Sang anak meneruskan “Motivasi saya bukan pemain-pemain hebat dan terkenal, motivasi saya hanya bapak dan ibu, Saya ingin membuat bangga bapak dan ibu.”
Di balik pemain hebat, ada doa ibu yang kerap terpanjat dalam sujudnya.