Judul Buku:Mengerti Nalar Islam Dialogis; Melalui Pembacaan Narasi Islam Wahabi dan Muhammadiyah
Penulis:Dr. Hendar Riyadi, M.Ag
Penerbit:LEKKAS
Cetakan I:November 2019
Tebal:243 Halaman
ISBN:978-623-7164-30-2

Islam selalu dicitrakan oleh penganutnya dengan citra yang  beragam. Kita bisa melihat di berbagai belahan dunia muslim adanya keragaman pemahaman, pembacaan dan ekspresi keagamaan yang  beragam bentuknya (multiformitas). Kenyataan tersebut seolah menegasikan bahwa kehadiran Islam tidak selalu monolitik sebagai agama yang militan, intoleran, radikal dan teroris sebagaimana yang selalu dicitrakan oleh para sarjana Barat terhadap agama Islam. Seperti dikatakan oleh Bassam Tibi bahwa, jika ada teori yang menyatakan hanya ada satu Islam yang valid, tunggal dan final, mala hal tersebut patut dipertanyakan.

Selain itu, kenyataan tersebut juga berimbas pada suatu tesis yang menyatakan bahwa Islam puritan yang selalu beorientasi teologis absolut dan menjadi ancaman terhadap pluralisme, seperti dikatakan oleh Khaled Abou El Fadl dan Suadi Asyari, tidak sepenuhnya benar. Kasus tersebut bisa dilihat dari ekspresi keagamaan yang dipertontonkan olah gerakan reformis seperti  gerakan Wahabi dan Muhammadiyah.

Dalam tubuh kedua gerakan reformis tersebut terdapat distingsi yang sangat mencolok bila disuguhkan beberapa tema-tema tertentu kendati dalam beberapa aspek terdapat kesamaan.  Ekspresi keberagamaan yang ditunjukkan oleh gerakan Wahabi misalnya, kendati selalu dicitrakan sebagai negatif atau bahkan pejoratif, Wahabisme akan tetap merupakan representasi dari warna Islam yang akan selalu Ada. Begitupun dengan gerakan Islam di Indonesia yang diekspresikan Muhammadiyah dan Nahdlatul Ulama (NU) yang merepresentasikan nalar yang beragam dalam merespon realitas yang ada.

Keragaman nalar Islam tersebut, baik nalar Islam fundamentalis atau Islamis dan nalar Islam progresif atau liberal akan selalu tumbuh selama keberagaman (multikulturalisme) itu masih hidup. Dalam perspektif tersebutlah Dr. Hendar Riyadi M.Ag dalam buku ini menawarkan gagasan nalar Islam dialogis melalui pembacaan narasi Islam Wahabi dan Muhammadiyah. Menurutnya nalar Islam dialogis merupakan nalar Islam yang terbuka, komunikatif, saling menaruh hormat, memberi dan menerima. Bukan Islam yang saling membenci, saling melabeli secara negatif dan pejoratif, saling menundukkan atau bahkan saling membinasakan.

Narasi Islam Wahabi dan Muhammadiyah

Selama ini gerakan Muhammadiyah selalu diasosiasikan sebagai gerakan Wahabiyah yang dibawa oleh Muhammad Ibn Abdul Wahhab. Sehingga, penolakan terhadap Muhammadiyah pun kerap datang terutama dari sejumlah ulama tradisionalis. Wahabi sering disebut sebagai gerakan Islam yang menjadi dalang dari berbagai tindak ektremisme, radikalisme dan terorisme global. Sehingga, citra Islam di mata dunia sering disebutkan sebagai agama kekerasan, radikal, ektremis dan militan. Hal tersebut menjadi krusial manakala citra Wahabi dibubuhkan pada Muhammadiyah yang sejak awal berdirinya dikenal sebagai gerakan Islam modernis modernis dan progresif.

Selama ini berkembang tiga pandangan terkait isu Wahabi dan Muhammadiyah. Pertama, pandangan yang secara tegas menyatakan bahwa Muhammadiyah bukanlah Wahabi atau Wahbiyat. Pandangan ini diwakili oleh Alwi Shihab, Azyumardi Azra dan Haedar Nashir. Kedua, pandangan yang menyatakan bahwa Muhammadiyah menganut mazhab Wahhabi sebagaimana yang dikatakan oleh Seyyed Hussein Nasr, Dawam Raharjo dan Nur Khalik Ridwan. Ketiga, pandangan yang menyatakan bahwa Muhammadiyah memiliki kesamaan dengan Wahhabi dari aspek puritanisme keagamaannya, namun berbeda dari sisi penyebaran ide-idenya. 

Menyikapi hal tersebut, Dr. Hendar Riyadi, M. Ag, mengajukan beberapa tema selektif untuk menemukan jalan terang antara Wahabi dan Muhammadiyah. Tema-tema selektif tersebut diantaranya terkait pandangan dunia (world view), etos, pandangan keagamaan, epistemology pemikiran keagamaan dan respon terhadap isu-isu kontemporer seperti demokrasi, pluraslisme dan Hak Asasi Manusia (HAM).

Sebagai contoh, dalam pandangan dunia (teologis), etos (etika) dan pandangan kegamaan, Wahhabi dan Muhammadiyah memiliki beberapa kesamaan. Baik Wahabi maupun Muhammadiyah sama-sama menganut teologi puritan, etika Islam murni dan pendangan keagamaan salaf. Perbedaan keduanya yaitu dalam ranah konspetualisasi, kontekstualisasi dan tranformasinya. Dalam aspek teologi, meski sama-sama puritan, Muhammadiyah dan Wahabi memilki perbedaan yang kontras. Wahabi cenderung bercorak teosentris (bercorak pada Tuhan) sedangkan Muhammadiyah bercorak teo-humanistik atau  humanism-teosentris (berpusat pada Tuhan, tapi akhirnya untuk kepentingan manusia).

Urgensi Nalar Islam Dialogis

Melalui pembacaan narasi Islam Wahhabi dan Muhammadiyah tersebut, penulisnya mendapati temuan penting bahwa Islam tidak selalu monolitik dan tunggal. Kendati Muhammadiyah kerap diasosiakan sebagai Wahhabi, keduannya memiliki titik perbedaan yang sangat kontras dalam tema-tema tertentu. Kenyataan tersebut mengokohkan bahwa ekpsresi keislaman itu beragam bentuk. Di tengah keragaman tersebut, umat Islam mesti menyikapinya dengan bijak agar tidak masuk dalam lingkaran konflik kekerasan, intoleransi dan permusuhan sesama umat Islam. Di sanalah pentingnya suatu nalar Islam yang terbuka yaitu nalar Islam dialogis.

Nalar Islam dialogis adalah sebuah iktiar memahami dan menafsir Islam secara multimensional, dinamis (opennes) – mempertimbangkan rasionalitas– menyeleuruh dan berdasarkan pada konteks. Melalui buku ini, pembaca akan mengerti pola-pola gerakan Islam baik yang klasik maupun kontemporer. Karena di dalamnya banyak dikaji kategorisasi paham dan gerakan Keislaman menurut tokoh pengkaji Islam.

Isi buku ini bisa menjadi oase di tengah arus keberagamaan yang mengutamakan kebencian dan caci maki serta tindak kekerasan dan inteoleransi. Wacana Islam yang ditawarkan merupakan perenungan mendalam penulisnya dalam melihat realitas umat Islam hari ini. Sehingga, siapapun yang mebaca buku ini akan mengerti bagaimana ekspresi keagamaan yang mengutamakan inklusivitas dan  dinamisitas bukan ekspresi keagamaan yang eklsuif dan pasif yang berbalut radikalisme dan ekstremisme.

Resensi Buku Nalar Islam Dialogis; Melalui Pembacaan Narasi Islam Wahhabi dan Muhammadiyah
Ditag pada:    

Tinggalkan Balasan

Hubungi Kami
%d blogger menyukai ini: